Assalamu'alaikum.

     Katanya sesuatu itu jangan terlalu dikejar habis-habisan. Semakin dikejar, semakin jauh kayak bayangan yang jatuh di depan kita. Terkadang hawa nafsu selalu membuat diri jadi menggebu-gebu yang "ngga sehat" atas pencapaian, pikiran jadi ngga jernih, hati jadi kusut, dan bisa sampai keluar kata-kata yang menyakitkan hati orang lain. Bicara soal pencapaian, ketika ngga tercapai seringkali ujungnya jadi ngedumel sendiri karena merasa ngga bisa memberikan yang terbaik, merasa diri "gitu-gitu" aja ngga ada perubahan, dan ujungnya jadi lupa atas nikmat yang sangat banyak ini. Padahal dengan tercukupinya semua kebutuhan kita di hari ini seolah-olah sudah dikaruniai dunia dan semua isinya (HR. Tirmidzi). 

     Kalau lihat nikmat orang, rasanya kayak pencapaian hidupnya banyak dan mudah. Tapi inget! Pencapaian hidup itu ngga harus yang hasilnya "wah!" di mata banyak orang. Pencapaian-pencapaian yang mungkin orang anggap kayak"remehan biskuit", seperti bisa bangun lebih pagi, selesai beres-beres rumah lebih cepat, bisa nulis di blog, beres-beres berkas yang ngga terpakai lagi, sampai bisa gunting kuku pun termasuk pencapaian. Serius ini bikin riang haha meskipun kalau menurut "kacamata" orang lain mungkin hal-hal itu bukan termasuk pencapaian. Semakin sering menganggap hal-hal kecil sebagai pencapaian, semakin kita menghargai diri sendiri dan semakin bersyukur. Alhamdulillah ada waktu luang untuk istirahat lebih lama, waktu untuk baca buku, dan waktu untuk menggunting kuku (ini masih jadi pencapaian kalau dilist saya haha). Sibukkan diri sama hal-hal yang baik dan jangan dipakai untuk melihat kehidupan orang lain, karena apa? Jadinya kita ngga bisa menghargai diri sendiri, susah untuk bersyukur. 

Tenang dan tetap senang karena setiap orang memiliki zona waktu dan pencapaian yang berbeda-beda. Selamat menunggu sesuatu yang Allah pilihkan. KetetapanNya ngga pernah buruk, cuma kitanya aja yang ngga pintar berhusnudzon.

Untuk....

Diantara kengantukan tapi teteup nulis

15.28

Assalamu'alaikum.

     Sebenarnya ragu nulis soal topik ini, khawatir jadi opini yang merasa sok benar. Setelah dipertimbangkan lagi akhirnya diputuskan untuk nulis aja karena menarik juga topiknya (bagi saya).

Awalnya ini sekadar curhat seorang teman yang berujung diskusi dan jadi kepikiran juga ujungnya. Kalau dilihat dari definisi menurut KBBI, penerimaan adalah proses, cara, perbuatan menerima, penyambutan. Terus ada apa sih dengan penerimaan? Sebenarnya bisa bahas banyak soal ini, tapi salah satu hal yang menarik dari cerita dan diskusi kemarin kemarin adalah penerimaan seseorang dan keluarganya. Penerimaan soal ini bisa dianggap ngga mudah tapi ngga sulit juga. Penerimaan dianggap ngga mudah kalau ekspektasinya ternyata lebih tinggi dari kenyataan. Ekspektasinya terlalu tinggi, banyak maunya, ingin seperti ini ingin seperti itu. Ekspektasi juga perlu realistis tapi ya harus benar-benar dipikir ulang jangan sampai berharap berlebihan  Padahal kalau ekspektasinya ngga tinggi, penerimaan atas kenyataannya jadi lebih mudah dan lebih ikhlas karena ekspektasinya ngga muluk-muluk. Saya menemukan hal yang jadi titik fokusnya, jangan menaruh ekspektasi yang berlebihan.
       Oke balik lagi ke penerimaan seseorang dan keluarganya. Dilihat dari definisinya, penerimaan adalah proses, jadi ngga mungkin tiba-tiba cling! langsung menerima. Sebisa mungkin belajar menerima diri sendiri dulu, menerima keluarga sendiri apa adanya. Setelahnya, soal bagaimana agar bisa menerima seseorang dan keluarganya. Tentunya pasti ada beberapa hal yang kurang kita suka atau bahkan merasa "eh kok gitu?". Nah ini poin menarik yang dibahas dari ceritanya, merasa kaget karena kebiasaan keluarganya berbeda dengan kebiasaan keluarga orang tersebut. Jelas kalau kaget, karena latar belakangnya berbeda, cara kehidupan sehari-harinya pun ngga akan sama. Namun yang perlu diperhatikan, meskipun hal-hal tersebut berbeda dengan kebiasaan diri kita bahkan kita anggap kurang baik, bisa jadi disitulah peran kita untuk menerima apa adanya, minimal menerima dulu terlepas kalau nantinya ingin kita ubah kebiasaan itu, saking kurang baiknya kebiasaan tersebut. Standar baik memang relatif, kalau dirasa udah ngga bisa diubah kebiasaannya, ya cukup menerima apa adanya. Iya menerima apa adanya. Coba lihat lagi diri kita dan keluarga apakah sudah baik? Kalau belum dan merasa sulit menerima seseorang dan keluarganya, berarti ada yang salah pada diri kita. Cek terus diri sendiri. 

     Nulis begini karena pernah menjadi objeknya, katanya "Nid berarti bukan dia orangnya". Iya. memang. bukan. Kadang kita harus sering-sering menilai diri sendiri dulu, menerima diri sendiri dulu. Apa adanya. Yang jadi pertanyaannya (lagi), "Benarkah ada orang yang benar-benar menerima kita apa adanya?", Masgun bilang "BENAR". Jadi jangan khawatir soal itu. Sekian, semoga bermanfaat.

With love,

Nida

21.23 WIB

di atas tempat favorit

Assalamu'alaikum.

"Kenapa harus memilih jalan -ini- ya, padahal hal itu belum tentu baik"

Belakangan ini terlintas kata-kata itu di pikiran saya . B e l a k a n g a n  i n i. Baru nyadar aja selama ini suka ngga peka sama diri sendiri. Tau kalau hal itu ngga baik buat diri sendiri tapi masih teteeeep aja. Semakin tua kok ya semakin banyak disadarin banyak hal yang harus dibenerin, utamanya cara berpikir sih, sama satu lagi kebiasaan jelek. Kebiasaan nyimpen handuk di kasur dan lupa dijemur. HMM.

         Oke yang pertama, cara berpikir. Kenapa sih harus dibenerin? Semakin kita tua, belum tentu kita semakin "dewasa". Logikanya masa iya makin tua cara berpikirnya masih gitu-gitu aja karena dari cara berpikir itu akan berpengaruh sama cara kita bertindak, cara kita bertindak berpengaruh sama apa yang kita dapatkan nanti. Pada akhirnya kita bakal bahagia atau "ngerasa" ngga bahagia atas tindakan yang kita lakukan. Kalau pengen bahagia, ya isi diri kita dengan hal-hal yang positif, jauh-jauh dari orang yang bisa ngasih pengaruh negatif dan akhirnya kita malah ikut-ikutan jadi negatif. Gimana sih caranya jadi pribadi yang selalu positif? Awali sama cara berpikir kita, contohnya kalau saya biasanya baca-baca blog positive influencer, follow akun parenting, pokoknya yang bisa bikin diri kita jadi lebih baik aja, meskipun kadang-kadang suka cemas sendiri sama suatu hal padahal hal itu belum tentu terjadi sesuai dengan apa yang kita pikirkan. Contoh hal yang membuat diri suka mengeluh adalah buka akun instagram selebgram ha ha ha. Pernah ngerasa ngga sih iri? Kan negatif ya, penyakit, racun banget. Pasti setiap orang yang follow akun selebgram atau akun-akun lain yang kalau liat feeds nya kok ya bahagia terus, terus terbersitlah di hati sama pikiran kita "Kok aku gini amat sih ya, udah umur segini masih belum ada pencapaian apa-apa". Stop. Kalau udah kayak gini, hindari akun-akun yang bisa bikin kita jadi banding-bandingin diri sendiri sama orang lain kan pada akhirnya malah jadi pribadi yang kurang bersyukur. Jujur, saya ngga pernah follow akun yang gitu-gitu. Paling kalau adapun akun kayak Teh Rere, Ghe Shafferina, Mas Gun, Mbak Apik, Mbak Retno Hening, Mbak Kartika, yang nambah pengetahuan dan pengaruh positif sama diri sendiri, dan satu lagi akun online shop (lah?!). Ya intinya saya menghindari akun-akun yang menurut saya pribadi bisa bikin saya terlalu merhatiin hidup orang. Dari situlah sedikit sedikit pikiran ini jadi ikut berubah, tapi masih tetep harus dibenerin terus sampai tak terbatas~

Efek dari hal kecil itulah yang bisa buat diri sendiri jadi berpikir "oh iya ya...", tentunya kita jadi banyak mikir terus pusing sendiri (ngga deng!) ya tentunya cara berpikir kita bisa berubah juga dengan "mendekati" orang-orang yang positif. 

        Kedua, kebiasaan jelek. "Aduuh handuk di atas kasur, lupa! Ah yaudahlah" Sering tuh begitu, ingetnya pas di jalan menuju kampus bahkan ngga inget, tau tau ibu yang ngingetin pas pulang dan dijemur. Sama ibu. HMM. Kesel sih sama kebiasaan yang satu ini, tapi kok terulang terus. Bosen. Ngga rubah rubah. Akhirnya punya ide lah dengan menggantungkan handuk di pintu lemari, kan kalau mau ditutup pasti ngga bisa nutup rapat, terus inget "eh handuk". Dari situ langsung cepet-cepet dijemur. Jangan malah disimpan lagi di pintu kamar atau di kasur ( ah elaaah). Mungkin buat orang lain, ini cuma hal yang sederhana banget. Tapi bagi saya.... lupa terus. Ya itu kalau cuma menyesali ngga akan merubah apapun, harus diikuti sama action juga. Nah ini dampak dari cara berpikir nih. Kalau ngerasa hal itu susah diubah ya beneran ngga akan pernah bisa merubahnya. Jadi awali semuanya dengan cara berpikir kita yang positif.




With love,
Nida

15.27 WIB
di atas meja tempat PKL (season 2)